Oleh Lolli Adriani
Terik siang itu membuat keringat saya bercucuran deras. Terseok- seok berjalan sendiri di keramaian jalan raya, berbaur dengan asap kendaraan bermotor, bisingnya suara kendaraan, dan panas matahari yang menyengat. Tak urung rasa lelah dan kekesalan pun muncul. Padahal saya masih harus berjalan beberapa ratus meter lagi untuk sampai di rumah sakit itu. Ujung jilbab pun terpaksa jadi korban menghapus keringat yang mengalir dari pelipis.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba saya melihat sesosok bocah laki-laki berusia sekitar sepuluh tahunan berjalan berlawanan arah dengan saya. Ia menjajakan kue, yang berada di atas kepalanya, dengan kain panjang yang digulung.
Entah kenapa, saya trenyuh melihat bocah tersebut. Berjalan tak kenal lelah, bahkan dalam cuaca sepanas ini. Dan tahu-tahu saja, saya memanggil sang bocah, membeli kue dagangannya. Mungkin, nominal yang ia terima tak seberapa, tapi lihatlah cerah di wajahnya itu. Bahagia jelas sekali terlihat di wajahnya yang terbakar matahari di siang ini. Ingin rasanya memborong semua dagangannya, namun apa daya uang tak sampai.
Sekeping peristiwa di siang itu menyadarkan saya untuk kembali memperbaharui rasa syukur kepada Allah SWT. Mungkin, seringkali keluhan demi keluhan terucap dari bibir kita. Merasa diri diuji dengan berbagai cobaan, merasa hidup berjalan tak sesuai keinginan. Hingga rasa syukur itu terlupakan. Padahal nikmat terbesar yang diberikan Allah adalah nikmat kehidupan. Dengan nikmat hidup kita masih bisa melakukan kebaikan-kebaikan. Memberi manfaat bagi sesama makhluk Allah.
Lihatlah bocah kecil penjaja kue itu, aduhai, seharusnya ia tak perlu bekerja. Seharusnya sekarang ia sedang bermain dengan teman-teman seumurannya. Seharusnya ia sedang belajar di sekolah. Tapi tuntutan hidup memaksanya untuk bekerja seperti itu.
Walaupun begitu ia tak pernah mengeluh. Tak bisa kubayangkan ia harus berkeliling dari kompleks ke kompleks demi berjualan kue di tengah hari terik seperti itu. Tanpa payung, tanpa teman mengobrol, dan harus bersuara cukup keras agar mereka yang mungkin sedang bersantai di dalam rumah tahu kedatangannya dan mau membeli dagangannya walaupun cuma sebuah.
Maka kembali rasa syukur itu menjadi harga mati. Nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Hidupmu masih beruntung dibanding bocah kecil penjaja kue itu.Jauh lebih beruntung. Tak perlu mendongak ke atas, cukup tundukkan sedikit kepalamu ke bawah, dan lihatlah mereka disana. Maka, rasakanlah, kesyukuran itu akan melapangkan jiwa. Akan nikmat hidup. Akan semua nikmat-nikmat yang tak terhitung jumlahnya.
0 komentar:
Posting Komentar