. TKA TPA AL BANNA [ انسان مسلم ]: Jika Mahligai Terbingkai Iman
Have an account?

Selasa, 13 Maret 2012

Jika Mahligai Terbingkai Iman



Oleh Eko Prasetyo

”Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, ” (QS Ar-Ruum:30).

Betapa indah Islam membingkai hubungan antara hamba Allah yang berbeda jenis lewat pernikahan. Baru-baru ini, saya menghadiri pernikahan seorang kawan ikhwan di Surabaya. Melalui proses ta’aruf yang singkat melalui perantara seorang kawan, mereka melangsungkan pernikahan. Nyaris sama dengan tokoh Fahri dan Aisha dalam novel Ayat-Ayat Cinta.

Atau, kisah seorang tokoh wakil rakyat dan dokter wanita di Jakarta yang berakhir di pelaminan setelah berta’aruf secara singkat. Subhanallah. Pernikahan merupakan salah satu ketentuan Allah yang berlaku atas semua makhluk, baik manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan.

Meski demikian, manusia tidak seperti makhluk lainnya yang dibiarkan hidup bebas mengikuti hawa nafsunya tanpa adanya aturan. Untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan tersebut, Allah menciptakan hukum yang sesuai dengan martabat dan fitrah manusia, yaitu pernikahan.

Pemandangan berbeda tampak ketika saya sering melintas di Ketintang yang memang merupakan kawasan kampus itu. Banyak di antara para mahasiswa yang berboncengan dengan temannya yang berbeda jenis padahal belum muhrimnya. Selain itu, kadang mereka tak malu-malu untuk berduaan di depan umum. Astaghfirullah.

Rasulullah bersabda, ”Tidaklah seorang laki-laki bersendirian dengan seorang wanita, kecuali setan menjadi yang ketiganya, ” (HR At Tirmidzi).

Pada hadits lainnya disebutkan: ”Janganlah seorang laki-laki bersendirian dengan seorang wanita dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali dengan muhrimnya, ” (HR Bukhari). Hal tersebut mungkin tak hanya dijumpai di kota kami, tapi juga daerah-daerah lain.

Seiring kemajuan teknologi yang pesat, pergaulan bebas tak terkendali karena pengaruh dari banyak aspek. Mulai tontonan televisi, kurangnya pendidikan dan pemahaman tentang agama, hingga pengaruh budaya Barat yang kurang baik.

Pacaran seolah telah menjadi budaya yang legal di kalangan muda. Padahal, perbuatan dari gaya berpacaran sama sekali tak membawa manfaat, malah menjurus pada perbuatan zina. Nikmat sesaat namun dimurkai Allah justru lebih dipahami sebagai anugerah. Naudzubillah.

***

Kedua mempelai tampak sangat berbahagia dan tak henti melemparkan senyum kepada para undangan hari itu. Bagaimana perasaan seseorang melihat sahabatnya tempat berbagi ilmu menunaikan separo agamanya? Tentunya, haru, bangga, bahagia, dan doa menemani pada hari itu. Dan inilah yang saya rasakan.

Saya mengucapkan selamat dan memeluk sahabat ikhwan saya tersebut dan mengatakan, ”Insya Allah, saya akan menyusulmu.” Derai canda dan kebersamaan kami sebagai sahabat saat bertukar ilmu mungkin tak akan seintens dulu. Namun, nilai persahabatan yang dibangun atas rasa persaudaraan sebagai muslim tetap akan berlanjut sampai kapan pun.

Alhamdulillah, indahnya Islam saat kami merasakan nikmatnya iman dalam rasa persahabatan saudara seiman. Rumah tangga yang terbangun dari fondasi Islam tentu akan membawa ketenteraman bagi sebuah keluarga. Segala sesuatu akan diputuskan secara bersama. Seorang suami akan menjadi imam bagi isterinya.

Tentunya, setiap masalah yang dihadapi dapat diselesaikan bersama secara musyawarah oleh suami-isteri. Islam telah mengaturnya dengan baik dan indah. Sahabat saya tersebut telah menunaikan separo agamanya. Fase kehidupan baru akan menjelang di hari-hari berikutnya. Kami tetap bersahabat karena Islam.

Karena Islamlah, kami bersaudara. Jika mahligai pernikahan terbingkai oleh iman, jiwa merunduk berucap syukur atas keberkahan yang agung. Semoga Allah melimpahkan karunia dan nikmat-Nya yang tiada tara bagi hamba-hamba-Nya yang beriman. Amiin.

0 komentar:

Posting Komentar